Rabu, 13 April 2011

Pencemara Lingkungan di Kalimantan Barat



Kalimantan Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Kalimantan dan beribukotakan Pontianak. Luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat adalah 146.807 km² (7,53% luas Indonesia). Merupakan provinsi terluas keempat setelah Papua, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Sebagai provinsi yang geografisnya terletak di garis khatulistiwa dan beriklim tropis serta topografi yang luas, perkembangan sektor perkebunan di Kalimantan barat dari tahun ketahun memang mengalami peningkatan, dalam skala perkebunan besar, produksi terbesar adalah tanaman kelapa sawit, dan untuk perkebunan rakyat, karet adalah komoditas utama yang menjadi primadona. Hasil-hasil dari perkebunan ini lah menjadi salah satu tulang punggung masyarakat dan perusahaan pengelolanya untuk menghasilkan keuntungan dengan menjualnya baik melalui pasar domestik maupun global.
Karet dan kelapa sawit merupakan bentuk usaha yang dipilih karena hasil yang sangat menjanjikan. Sekitar 60% lahan yang ada di Kalimantan Barat kini telah beralihfungsi menjadi perkebunan. Pada akhir tahun 2008 dan awal tahun 2009 memang terdapat reaksi dengan kecenderungan menurunnya beberapa harga komoditas perkebunan, harga minyak sawit mentah (CPO) bahkan sempat turun sampai 67% dalam lima bulan demikian juga karet (kompas online). Kebun kelapa sawit sampai Oktober 2010 sudah mencapai 592,000 ha. Kebun-kebun tersebut sebagian dibangun di hutan yang dikonversi menjadi lahan perkebunan. Hal tersebut tentunya berdampak langsung terhadap lingkungan. Proses produksi yang berlangsung menghasilkan limbah yang dapat mencemari lingkungan baik sektor udara, air maupun tanah. Berbagai kejadian mengenai pencemara lingkungan oleh limbah perusahaan terjadi di Kalimantan Barat. Selain sektor perkebunan, pertambangan juga merupakan sektor yang ambil bagian dalam pencemaran lingkungan yang terjadi di Kalimantan Barat.
Sungai di Kalimantan  Barat menjadi objek pencemaran yang paling sering terjadi akibat limbah buangan pabrik. Daerah Kalimantan Barat termasuk salah satu daerah yang dapat dijuluki provinsi "Seribu Sungai". Julukan ini selaras dengan kondisi geografis yang mempunyai ratusan sungai besar dan kecil yang diantaranya dapat dan sering dilayari. Beberapa sungai besar sampai saat ini masih merupakan urat nadi dan jalur utama untuk angkutan daerah pedalaman, walaupun prasarana jalan darat telah dapat menjangkau sebagian besar kecamatan. Berbagai kasus pencemaran terjadi di beberapa sungai yang terdapat di Kalimantan Barat. Baru-baru ini sungai Pawan yang terdapat di Kabupaten Ketapang tercemar oleh CPO (Crude Palm Oil) (Harian Tribun Pontianak, edisi 27 Maret 2011). Sebanyak ± 200 ton minyak sawit mentah tersebut tumpah dari kapal pengangkut pada hari Jumat, 23 Maret 2011. Tumpahan CPO meluber hingga radius 250 meter ke hulu dan hilir sungai, dengan ketebalan mencapai lima sentimeter di atas permukaan air mengakibatkan aktivitas disekitar tumpahan minyak menjadi terganggu.
Sungai Sengaret, Kecamatan Parindu, Kabupate Sanggau juga mengalami pencemaran akibat limbah dari perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Sime Indo
Agro (PT SIA) merembes ke Sungai Sengaret. Limbah sawit tersebut meluber ke sungai Sengaret akibat tidak mampunya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) menampung limbah hasil produksi kelapa Sawit. Akibatnya sepanjang sungai Sengaret tercemar. Namun sayangnya, kasus tersebut selesai begitu saja secara adat dan belum ada tindak lanjut secara hukum dan undang-undang yang berlaku hingga kini (Tribun Pontianak, 2 maret 2011).
Sungai Ambawang di kabupaten Pontianak juga tidak lepas dari permasalah limbah. Salah satu perusahaan karet bernama PT. Star Rubber di Desa Jawa Tengah, Kecamatan Sungai Ambawang mengalami permasalahan terhadap penolahan limbahnya. Sistem pengolahan ataupun pembuangan limbah dianggap tidak memadai. Kasusnya sangat jauh dan berbeda dengan beberapa perusahaan karet lain di Kubu Raya. Banyak perusahaan sudah melewati uji kelayakan dan lolos analisis dampak lingkungan. Namun dari hasil pemantauan instansi terkait, limbah yang dialirkan ke sungai berbau dan masih berbusa dengan warna dan keruhnya seperti air selokan (Pontianak Post, 22 Januari 2011).
Pencemaran berbagai zat kimia berbahaya di Sungai Kapuas di Kalimantan Barat sudah terjadi mulai bagian hulu hingga hilir sungai. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Kalbar berupaya meminimalisasi pencemaran tersebut dengan merancang peraturan daerah tentang standardisasi kualitas air sungai. Sungai Kapuas tak hanya tercemari zat kimia merkuri, tetapi juga limbah pabrik, bakteri coli, dan ada juga indikasi tercemar pestisida dari perkebunan, kata Ketua Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kalbar Tri Budiarto di Pontianak, Selasa (16/9). Dari penelitian Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura Pontianak pertengahan 2008 di hulu Sungai Kapuas, di Kabupaten Sintang dan Sekadau, tampak bahwa sungai dengan panjang 1.086 kilometer itu secara kimiawi dan biologis sudah tercemar (Kompas.com, 17 September 2008).
Kota Pontianak sendiri merupakan kota dengan tingkat pencemaran yang cukup tinggi. Baru-baru ini pabrik tahu yang terdapat di Jl. 28 Oktober terbukti melakukan pencemaran terhadap parit dan sungai di sekitarnya. Limbah hasil produksi tahu dibuang begitu saja tanpa pengolahan. Masyarakat sekitar pabrik mengadu ke instansi terkait, limbah dari kegiatan langsung dibuang ke Sungai Malaya, sedangkan sungai tersebut sangat vital bagi mereka. Kegiatan mandi, cuci, dan kakus (MCK) dilakukan para warga di sungai tersebut. Selain pencemaran terhadap air, terjadi juga pencemaran suara akibat operasional genset. Hal tersebut sudah lama dikeluhkan oleh masyarakat di sekitar lokasi pabrik. Udara juga tidak lepas dari gangguan pencemaran. Asap dan debu dari proses produksi tahu menyebabkan udara tercemar karena tidak adanya proses pengolahan yang sesuai dengan standar pengolahan hasil buangan produksi (Tribun Pontianak, edisi 30 Maret 2011).
Air parit Sungai Jawi sudah tidak layak dikonsumsi, bahkan untuk keperluan MCK (mandi, cuci, dan kakus). Pencemaran air parit yang mengaliri sebagian wilayah Kecamatan Pontianak Barat dan Pontianak Kota, itu berada di atas ambang baku mutu. Kesimpulan itu didapat setelah Kantor Badan Lingkungan Hidup Kota Pontianak melakukan penelitian dua tahun berturut-turut pada 2010 dan 2011. Pada tahun ini penelitian dilakukan pagi tadi, dengan mengambil sampel air parit Sungai Jawi. Pencemaran terjadi karena masih banyak usaha-usaha rumahan yang belum mengantongi izin lingkungan. Berbeda dengan industri kecil yang telah memiliki legalitas formal, otomatis memiliki izin lingkungan atau pengolahan limbah (Kalbar Online, 10 Maret 2011).
Melihat fakta-fakta pencemaran yang terjadi di Kalimantan Barat, seharusnya pihak pemerintah bersama instansi terkati dapat belajar dan berusaha meminimalisir pencemaran-pencemaran yang terjadi. Penerapan undang-undang lingkungan hidup serta penegakan hukum yang berlaku sangat dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan pencemaran. Peran serta masyarakat juga sangat diperlukan untuk mendukung kinerja pemerintah.  <end>






Sumber :
BPS Kalimantan Barat,2010. Available at Google, http://kalbar.bps.go.id/ , akses 3 April 2011
Harian Tribun Pontianak, edisi 2 Maret 2011
Harian Tribun Pontianak, edisi 27 Maret 2011
Harian Tribun Pontianak, edisi 30 Maret 2011


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comment yach...