Mikoriza adalah
kelompok fungi (jamur) yang bersimbiosis dengan tumbuhan tingkat tinggi (tumbuhan
berpembuluh, Tracheophyta), khususnya
pada sistem perakaran. Terdapat juga fungi yang bersimbiosis dengan fungi
lainnya, tetapi sebutan mikoriza biasanya adalah untuk mereka yang menginfeksi
akar.
Mikoriza
memerlukan akar tumbuhan untuk melengkapi daur hidupnya. Sebaliknya, beberapa
tumbuhan bahkan ada yang tergantung pertumbuhannya dengan mikoriza. Beberapa
jenis tumbuhan tidak tumbuh atau terhambat pertumbuhannya tanpa kehadiran
mikoriza di akarnya. Sebagai misalnya, semaian pinus biasanya gagal tumbuh
setelah pemindahan apabila tidak terbentuk jaringan mikoriza di sekitar
akarnya. Hanya sedikit kelompok tumbuhan yang tidak menjadi simbion, seperti
dari Brassicaceae, Commelinaceae, Juncaceae,
Proteaceae, Capparaceae, Cyperaceae, Polygonaceae, Resedaceae, Urticaceae,
dan Caryophyllales.
Mikoriza
dapat diinokulasi secara buatan. Namun demikian, inokulasi mikoriza komersial
memerlukan bantuan mikoriza lokal, misalnya dengan menambahkan tanah dari
tempat asal tumbuhan.
Endomikoriza dan Ektomikoriza
Mikoriza
dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan cara menginfeksinya, yaitu ektomikoriza
dan endomikoriza.
1.
Ektomikoriza
Ektomikoriza menginfeksi permukaan
luar tanaman dan di antara sel-sel ujung akar. Akibat serangannya, terlihat jalinan
miselia berwarna putih pada bagian rambut-rambut akar, dikenal sebagai hartig
net. Serangan ini dapat menyebabkan perubahan morfologi akar. Akar-akar
memendek, membengkak, bercabang dikotom, dan dapat membentuk pigmen.
Infektivitas tergantung isolat dan kultivar tumbuhan inang. Tumbuhan inangnya
biasanya tumbuhan tahunan atau pohon. Beberapa di antaranya merupakan komoditi
kehutanan dan pertanian seperti sengon, jati, serta beberapa tanaman buah
seperti mangga, rambutan, dan jeruk. Selain itu pohon-pohon anggota Betulaceae, Fagaceae, dan Pinaceae juga menjadi inangnya. Pada
umumnya ektomikoriza termasuk dalam Basidiomycota.
2.
Endomikoriza
Endomikoriza menginfeksi bagian
dalam akar, di dalam dan di antara sel-sel ujung akar (root tip). Hifa masuk ke
dalam sel atau mengisi ruang-ruang antarsel. Jenis mikoriza ini banyak
ditemukan pada tumbuhan semusim yang merupakan komoditi pertanian penting,
seperti kacang-kacangan, padi, jagung, beberapa jenis sayuran dan tanaman hias.
Infeksi ini tidak menyebabkan perubahan morfologi akar, tetapi mengubah
penampilan sel dan jaringan akar. Berdasarkan tipe infeksinya, dikenal tiga
kelompok endomikoriza: ericaceous (Ericales
dengan sejumlah Ascomycota), orchidaceous
(Orchidaceae dengan sekelompok Basidiomycota), dan vesikular
arbuskular (sejumlah tumbuhan berpembuluh dengan Endogonales, membentuk struktur vesikula (gelembung) dan arbuskula
dalam korteks akar) disingkat MVA.
Mikoriza Vesikular-Arbuskular
MVA
dan ektomikoriza berguna bagi pertanian dan kehutanan. Ektomokoriza dapat
ditumbuhkan secara aksenik di laboratorium sehingga mudah dikembangkan. MVA
sulit ditumbuhkan secara aksenik (media buatan) sehingga MVA dianggap merupakan
simbion obligat (wajib). Vesikula berbentuk butiran-butiran di dalam sitoplasma
yang mengandung lipid dan menjadi alat reproduksi vegetatif mikoriza, khususnya
bila sel pecah akibat rusaknya korteks akar. Arbuskula berwujud kumpulan hifa
yang menembus plasmalema dan membantu transportasi hara di dalam sel tumbuhan.
Pembentukan vesikula dan arbuskula dalam sel menunjukkan bahwa simbiosis telah
terjadi dengan sempurna dan tanaman sudah dapat menikmati hasil kerja sama
dengan mikoriza berupa meningkatnya ketersediaan unsur hara yang diserap dari
dalam tanah.
Selain
vesikula dan arbuskula, terbentuk hifa eksternal yang dapat membantu memperluas
ruang penyerapan hara oleh akar. Pada bawang merah, misalnya, panjang hifa
eksternal dapat mencapai 80 cm per satu cm panjang akar. Di luar akar, hifa
dapat membentuk sporangium yang menghasilkan spora sebagai alat reproduksi. MVA
banyak membawa keuntungan bagi tumbuhan simbionnya. Ia memperbaiki hasil
tumbuhan dan mengurangi masukan pupuk pada tanaman pertanian. Ini terjadi
karena MVA meningkatkan ketersediaan beberapa hara di tanah yang diperlukan
tanaman, terutama fosfat. Peningkatan penyerapan fosfat diiringi dengan
peningkatan penyerapan hara lain, seperti nitrogen (N), seng (Zn), tembaga
(Cu), dan belerang (S). Selain itu, MVA memperluas ruang tanah yang dapat
dijangkau oleh tanaman inang. Jeruk, umpamanya, dikenal responsif terhadap
inokulasi MVA. Inokulasi ini dapat mengarah pada menurunnya penggunaan pupuk P.
Selain meningkatkan ketersediaan hara, MVA meningkatkan toleransi tumbuhan
terhadap kurangnya pasokan air. Luasnya jaringan hifa di tanah membantu akar
menyerap air. MVA memengaruhi ketahanan tumbuhan inang terhadap serangan
penyakit. MVA, tergantung jenisnya, dapat mengurangi pengaruh serangan jamur patogen.
Demikian pula, juga dapat mengurangi serangan nematoda. Sebaliknya, tumbuhan
yang terinfeksi MVA menurun ketahanannya terhadap serangan virus.
Pengaruh
MVA lain yang pernah teramati adalah dukungannya terhadap simbiosis antara bakteri
bintil akar dan polong-polongan, produksi giberelin oleh Gibberella mosseae,
memengaruhi sintesis fitohormon tertentu, dan memperbaiki struktur agregasi
tanah.
Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman, merupakan sub sistem yang cukup
kompleks. Salah satunya adalah komponen biotik yaitu jasad makro dan mikro,
yang secara bersama dengan komponen abiotik membentuk tempat tumbuh bagi
kelangsungan hidup tanaman diatasnya secara berimbang.
Untuk menjamin kestabilan ini, maka pengelolaan sumber
daya alam harus dilakukan secara seimbang, tanpa harus terjadi
perubahan-perubahan besar atau mendadak. Itulah sebabnya perlunya menjaga keberadaan serta fungsi komponen sistem
dan individu dalam komponen tersebut.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah diketahui
banyak jasad atau mikroorganisme yang berguna bagi tanaman, bahkan ada yang
dapat membantu tanaman dalam hal penyerapan unsur hara dan menjaga kondisi
tanah dengan menghasilkan sekresi ekstraselular, vitamin, dan zat tumbuh.
Sebagai contoh mikoriza dan bintil akar merupakan bentuk
hubungan yang menguntungkan bagi masing-masing pembentuknya. Menurut Budi et al. (1998) ada tiga bentuk/tipe
mikoriza yaitu pertama Ektomikoriza, jenis mikoriza ini ditemui pada tumbuhan Angiospermae dan Gimnospermae. Miselia cendawan ini berkembang dipermukaan rambut
akar dengan membentuk selaput miselium dan tidak masuk menembus sel-sel akar.
Kedua Endomikoriza, jenis mikoriza ini
dijumpai hampir pada semua jenis tanaman. Cendawan pembentuknya tumbuh di antara
sel-sel korteks akar dan membentuk arbuskulus didalam sel. Ketiga
Ekstendomikoriza, jenis mikoriza ini hanya terbentuk pada beberapa famili
tanaman dan cendawan pembentuknya berkembang diantara, di dalam dan di
sekeliling akar tanaman inang.
Istilah cendawan Mikoriza
Vesikula-Arbuskula (MVA) pertama kali dilaporkan oleh Peyronel, (1923) dalam Trappe dan Schenk, (1982). Hal ini
disebabkan karena dicirikan oleh adanya vesikel dan arbuskel pada akar tanaman
yang terinfeksi dan terkolonisasi. Cendawan ini menginfeksi tanaman melalui
spora, tumbuh dan berkembang dalam jaringan korteks, dimana morfologi cendawan
ini terdiri dari arbuskel, vesikel, miselium internal dan eksternal.
Cendawan mikoriza
meprupakan cendawan obligat, dimana kelangsungan hidupnya berasosiasi akar
tanaman dengan sporanya. Spora berkecambah dengan membentuk apressoria sebagai
alat infeksi, dimana infeksinya biasa terjadi pada zone elongation. Proses ini
dipengaruhi oleh anatomi akar dan umur tanaman
yang terinfeksi. Hifa yang terbentuk pada akar yaitu interseluler dan
intraseluler dan terbatas pada lapisan korteks, dan tidak sampai pada stele.
Hifa yang berkembang diluar jaringan akar, maka berperan terhadap penyerapan
unsur hara tertentu dan air.
Mosse, (1981) melaporkan
bahwa cendawan mikoriza mempunyai sifat dapat berkolonisasi dan berkembang
secara simbiose mutualistik dengan akar tanaman, sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman, serta membantu menekan perkembangan beberapa patogen
tanah.
Proses
infeksi mikoriza
Terjadinya infeksi mikoriza pada akar tanaman melalui beberapa tahap, yakni
:
1. Pra infeksi. Spora dari mikoriza benrkecambah membentuk
appressoria.
2. Infeksi. Dengan alat apressoria melakukan penetrasi pada
akar tanaman.
3. Pasca infeksi. Setelah penetrasi pada akar, maka hifa
tumbuh secara interselluler, arbuskula terbentuk didalam sel saat setelah
penetrasi. Arbuskula percabangannya lebih kuat dari hifa setelah penetrasi pada
dinding sel. Arbuskula hidup hanya 4-15 hari, kemudian mengalami degenerasi dan
pemendekan pada sel inang. Pada saat pembentukan arbuskula, beberapa cendawan
mikoriza membentuk vesikel pada bagian interselluler, dimana vesikel merupakan
pembengkakan pada bagian apikal atau interkalar dan hifa.
4. Perluasan infeksi cendawan mikoriza dalam akar terdapat
tiga fase:
a. Fase awal dimana saat infeksi primer.
b. Fase exponential, dimana penyebaran, dan pertumbuhannya
dalam akar lebih cepat .
c. Fase setelah dimana pertumbuhan akar dan mikoriza sama.
5. Setelah terjadi infeksi primer dan fase awal, pertumbuhan
hifa keluar dari akar dan di dalam rhizosfer tanah. Pada bagian ini struktur
cendawan disebut hifa eksternal yang berfungsi dalam penyerapan larutan nutrisi
dalam tanah, dan sebagai alat transportasi nutrisi ke akar, hifaeksternal tidak
bersepta dan membentuk percabangan dikotom.
Manfaat
Mikoriza
Lambert
dan Cole, (1980) mengemukakan bahwa pada tanaman Lathyrus sylvestris, Lotus americanus, Coromilla varia, yang
terinfeksi mikoriza umur dua tahun, pertumbuhannya 6-15 kali lebih besar dari
pada pertumbuhan tanaman tanpa mikoriza. Selanjutnya De La Cruz et al., (1992); Linderman, (1996)
menyebutkan bahwa sebagian besar pertumbuhan tanaman yang diinokulasi dengan
cendawan mikoriza menunjukkan hubungan yang positif yaitu meningkatkan
pertumbuhan tanaman inangnya.
Hal ini dapat terjadi
karena infeksi cendawan mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara oleh
miselium eksternal dengan memperluas permukaan penyerapan akar atau melalui
hasil senyawa kimia yang menyebabkan lepasnya ikatan hara dalam tanah. Tisdall,
(1991) melaporkan bahwa miselium ekstra radikal didalam tanah sekitar akar
menghasilkan material yang mendorong agregasi tanah sehingga dapat meningkatkan
aerasi, penyerapan air dan stabilitas tanah
.
Infeksi mikoriza pada
akar, memungkinkan mineral dapat dialirkan langsung dari satu tanaman ke
tanaman lain, atau dari bahan organik mati ke akar tanaman. Juga membentuk
lingkungan mikrorisosfer yang dapat merubah komposisi dan aktivitas mikroba.
Hal ini terjadi karena perubahan fisiologi akar dan produksi sekresi oleh
mikoriza.
Menurut Aldeman dan
Morton, (1986) infeksi mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan kemampuannya
memanfaatkan nutrisi yang ada dalam tanah, terutama unsur P, Ca, N, Cu, Mn, K,
dan Mg. Kolonisasi mikoriza pada akar tanaman dapat memperluas bidang serapan
akar dengan adanya hifa eksternal yang tumbuh dan berkembang melalui bulu akar
(Mosse, 1981). Tanaman appel yang
terinfeksi mikoriza dapat meningkatkan kandungan P pada tanaman dari 0,04%
menjadi 0,19% (Gededda, et al., 1984 dalam Jawal et al., 2005). Lanjut Matsubara et
al., (1998) melaporkan bahwa tanaman yang terinfeksi mikoriza, maka tinggi,
bobot kering, konsentrasi P pada bagian atas maupun akar tanaman mempunyai
nilai yang tinggi dibandingkan dengan tanpa mikoriza.
Tanaman Acacia
mangium mampu menghemat penggunaan P 180 kr/ha/tahun (Setiadi, 2000). Aplikasi
P alam pada tanaman yang terinfeksi mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan,
pembentukan bintil akar, dan aktivitas bintil akar tanaman. Mikoriza dapat pula
meningkatkan kandungan khlorofil, penyerapan air dan zat perangsang tumbuh
dengan diproduksinya substansi zat
perangsang tumbuh, sehingga tanaman dapat
lebih toleran terhadap shok, terutama yang dipindahkan dilapangan.
Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa mikoriza mempunyai peranan dalam hal pengendalian penyakit tanaman. Linderman, (1988) menduga
bahwa mekanisme perlindungan mikoriza terhadap patogen berlangsung sbb. : 1) cendawan
mikoriza memanfaatkan karbohidrat lebih banyak dari akar, sebelum dikeluarkan
dalam bentuk eksudat akar, sehingga patogen tidak dapat berkembang, 2) terbentuknya
substansi yang bersifat antibiotik yang disekresikan untuk menghambat
perkembangan patogen, 3) memacu perkembangan mikroba saprofitik disekitar
perakaran.
Pada tanaman yang
terinfeksi mikoriza mempunyai sifat ketahanan yang lebih dibandingkan dengan
tanpa infeksi mikoriza. Mosse, (1981) melaporkan bahwa cendawan mikoriza dapat
membantu peningkatan ketahanan tanaman terhadap patogen tanah (soil borne). Infeksi
mikoriza pada akar tanaman akan merangsang terbentuknya senyawa isoflavonoid pada akar tanaman kedelai,
membentuk endomikoriza, sehingga
meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan cendawan patogen dan nematoda.
Selanjutnya Setiadi, (2000) mengemukakan bahwa assosiasi mikoriza berpengaruh
terhadap perkembangan dan reproduksi nematoda Meloidogyne sp. Patogen yang menyerang akar tanaman seperti Phytopthora, Phytium. Rhizoctonia, dan Fusarium perkembangannya tertekan dengan
adanya cendawan mikoriza yang telah bersimbiotik dengan tanaman.
Tanaman jeruk yang terinfeksi cendawan mikoriza akan
menghambat pembentukan dan pelepasan zoospo-rangia
dari zoosporangium Phytopthora
parasitica (Davis dan Menge, (1980). Juga pada tanaman jagung dan Chrysanthenum yang terinfeksi mikoriza
berpengaruh terhadap P. cinnamoni (Harley
dan Smith, 1983).
Ketahanan tanaman terhadap patogen akibat infeksi
mikoriza karena menghasilkan antibiotik, seperti fenol, quinone, dan berbagai
phytoaleksin. Tanaman yang terinfeksi mikoriza menghasilkan bahan atsiri yang
bersifat fungistatik jauh lebih banyak dibanding tanpa infeksi. Pada tanaman
jagung yang terinfeksi mikoriza mengandung asam amino 3-10 kali lebih banyak
dari pada tanpa infeksi mikoriza. Bila patogen lebih dahulu menyerang tanaman
sebelum infeksi cendawan mikoriza, maka mikoriza tidak akan berkembang pada
perakaran tanaman.
Epzz (dari berbagai sumber)
sip lah....
BalasHapusKurang tepat
BalasHapus