Rabu, 16 Maret 2011

Laporan Praktikum : Galli Manini


I.       PENDAHULUAN
        Latar Belakang
Pada hewan multiseluler harus mengatasi masalah koordinasi kegiatan berbagai macam sel-selnya. Hewan memerlukan beberapa mekanisme yang digunakan oleh berbagai macam sel, jaringan, dan organ tubuh untuk berkomunikasi. Dengan ini semua fungsi struktur akan lebih efisien terkoordinasi dengan baik.
Salah satu cara sistem komunikasinya yaitu sistem endokrin (hormon). Sistem ini mengontrol fungsi tubuh dengan perantaraan zat kimia, yaitu hormon, yang diangkut ke seluruh tubuh dalam darah. Hormon-hormon ini kemudian diedarkan ke semua sel tubuh lainnya. Dalam beberapa hal, hormon-hormon ini akan mempengaruhi kegiatan semua sel tersebut. Hormon menggunakan efeknya hanya pada strukutur tubuh tertentu saja. Hormon-hormon tersebut akan setiap aktifitas dan sifat pada hewan khususnya pada manusia. Aktifitas dapat berupa aktifitas sosial, sexual, adaptasi, dan pola hidup.

        Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan adanya hormon choriogonadotropin dalam urin wanita hamil.


II.    TINJAUAN PUSTAKA
Mesenjer (pembawa pesan) kimiawi yaitu hormon, merupakan sistem endokrin yang bersama-sama dengan sistem saraf, memadukan aktifitas organ-organ dan jaringan hewan multisel yang kompleks. Tiap jenis hormon disekresi secara khas oleh sel-sel tertentu yang merupakan kelenjar endokrin. Hormon masuk ke dalam peredaran darah dan dibawa ke seluruh tubuh, ke organ-organ sasaran yang mempunyai sel yang mengandung protein reseptor tertentu yang menerima dan mengikat hormon (Sumadia, 1996).
Ovarium vertebrata di samping penghasil telur, juga merupakan organ endokrin. Ovarium menghasilkan hormon steroid estradiol dan progesteron. Pada manusia sumber utama dari hormon kehamilan wanita adalah sel-sel yang melapisi folikel ovarium dan korpus luteum yang terbentuk setelah terjadi ovulasi. Sel-sel folikel terutama mensekresi estradiol, dan sel-sel luteum terutama mensekresi progesteron. Pada wanita ada 3 macam hormon gonadotropin yang berperan yaitu (Wheeler, 2000):
  1. FSH (Folikel Stimulating Hormon): pada wanita, merangsang perkembangan ovarium dan mengurangi sekresi estrogen.
  2. LH (Luteinzing Hormon): Pada wanita, bersama-sama dengan estrogen menstimulasi ovulasi dan pembentukan progesteron.
  3. LTH (Luteotropic Hormon): berguna untuk menstimulasi sekresi air susu oleh kelenjar susu. 
Jika telur telah dibuahi dan tertanam dalam endometrium, sel-sel trofoblas dalam plasenta yang sedang berkembang mensekresi gonadotropin korion. Aktivitas lutein dan luteotrofiknya yang kuat mempertahankan korpus luteum dan merangsang sekresi progesteron selanjutnya. Salah satu gejala pertama kehamilan adalah adanya gonadotropin korion dalam darah dan urin. Puncak produksi hormon tersebut dicapai dalam bulan kehamilan kedua. Setelah itu kadarnya dalam darah dan urin menurun (Kimball, 1988).
Dalam beberapa hari setelah penanaman blastosis, sel-sel yang akan berkembang manjadi plasenta mulai menyekresikan gonadotropin korionik manusia (choriogonadotropin (HCG)). Aksi hormon ini sama dengan aksi FSH dan LH, tetapi berlawanan dengan hormon-hormon ini, sekresi HCG tidak dihambat oleh tingginya kadar progesteron dan estrogen. Jadi HCG dalam air seni wanita hamil merupakan dasar bagi uji kehamilan yang paling sering digunakan (Wulangi, 1994).
Suatu uji radioimunosasi yang peka untuk hormone gonadotropinkorion dapat menentukan kehamilan hanya beberapa hari setelah tertanamnya embrio. Pada manusia kira-kira minggu ke-16 kehamilan, plasenta dengan sendirinya menghasilkan cukup progesterone sehingga korpus luteum tidak lagi diperlukan dan mengalami involusi. Plasenta juga menghasilkan estrogen. Plasenta manusia, dan mungkin plasenta mamalia lain, memproduksi hormone protein lain, yaitu laktogen plasenta dengan sifat yang agak mirip dengan hormone pertumbuhan pituitari dan prolaktin (Villee, 1988).   

III. ALAT DAN BAHAN
        Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain objek gelas, pipet tetes, alat suntik, beker gelas, kertas saring, dan mikroskop.

        Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain urin wanita hamil muda, dan kodok jantan (Bufo sp.) 2 ekor.


IV. CARA KERJA
2 kodok jantan disiapkan untuk digunakan dalam percobaan ini. Diuji apakah mengandung sperma atau tidak, dengan cara di dalam kloakanya digelitikkan ujung pipet tetes, dilihat apakah ada bintil-bintil pada jari (telapak kaki depan) dan pada kulit leher berwarna kuning agak kemerahan dan bila dipegang akan mengeluarkan suara.
Satu ekor disuntik dengan urin wanita hamil yang tidak diencerkan dan yang lain disuntik dengan urin yang telah diencerkan, sebanyak 3 cc pada kandung limfe punggung kodok atau pada bagian bawah kulit perut. Katak dipegang dengan tangan kiri, punggung kodok dipegang dengan/pada telapak tangan, kaki pada arah pergelangan tangan dan kepala pada arah jari tangan. Ibu jari dan telunjuk menjepit kepala kodok, sedangkan jari kelingking dan jari manis memegang kaki belakang, kodok agak dibedirikan dan arah suntikan searah dengan kodok.
Urinnya diamati mulai 1 jam sejak penyuntikan di bawah mikroskop, spermatozoa akan tampak berenang-renang. Hasilnya dibandingkan dengan percobaan untuk urin yang diencerkan dan yang pekat.

IV. HASIL
Kelompok
Usia Kehamilan
Jumlah Sperma
Pekat
Pengenceran
1.
2 Bulan
-
-
2.
2 Bulan
+++
-
3.
2 Bulan 1 Minggu
+++
-
4.
2 Bulan
+++
+

Keterangan      : +++   = Jumlah banyak, bergerak aktif
  +        = Sedikit
-                  = Tidak ada


V.    PEMBAHASAN
Pada percobaan ini akan membuktikan adanya hormon choriogonadotropin dalam urin wanita hamil. Pada wanita, hormon ini akan disekresikan oleh kelenjar hipofisis setelah terjadinya ovulasi sekitar 1 sampai 3 bulan saat kehamilan. Percobaan ini menggunakan urin wanita hamil yang usia kehamilannya rata-rata 2 bulan. Jika urin diambil yang usia kehamilannya di atas 3 bulan, maka kandungan hormon choriogonadotopin di dalam urin sudah berkurang karena kadar di dalam darah dan urinnya berkurang. Urin untuk percobaan ini paling baik diambil sekitar 1 atau 2 jam sebelum percobaan. Karena dikhawatirkan urin akan mengalami perubahan kimiawi atau kadaluarsa, sehingga hormon choriogonadotropin yang dikandungnya akan berubah. Akibatnya percobaan akan mengalami kegagalan. Digunakan dua perlakuan yaitu urin yang diencerkan dengan aquades dan urin tanpa pengenderan, ini untuk melihat perbedaan perlakuan antar keduanya.
Dalam percobaan ini digunakan hewan kodok (Bufo sp.) sebagai media pembuktian ada atau tidaknya hormon choriogonadotropin dalam urin wanita hamil. Penggunaan kodok sebagai media, karena pada amfibia pengaruh hormon ini dapat menyebabkan ovulasi/ spermatogenesis dalam beberapa jam. Kodok yang digunakan adalah kodok jantan karena dengan ditambahkan hormon choriogonadotropin lebih dapat menyebabkan spermatogenesis dengan cepat sehingga dapat dengan cepat pula diketahui adanya hormon choriogonadotropin dalam urin wanita hamil. Ini ditandai dengan lebih banyaknya sperma kodok jantan dan pergerakannya juga lebih aktif.
Kodok yang digunakan dua ekor, satu akan disuntik dengan urin wanita hamil tanpa pengenceran dan yang satunya dengan pengenceran. Penyuntikan dilakukan pada bagian bawah kulit perut kodok. Ini dilakukan karena pada bagian tersebut cairan urin yang disuntikkan dapat langsung menuju testis kodok sehingga lebih cepat terjadi spermatogenesis.
Dari pengamatan dan hasil yang didapatkan, dapat diketahui bahwa dengan disuntikannya urin wanita hamil yang mengandung hormon choriogonadotropin maka kodok jantan lebih cepat mengalami spermatogenesis, dapat dilihat dari banyaknya jumlah sperma. Pada kodok yang disuntik dengan urin yang pekat (tanpa pengenceran), ternyata jumlah spermanya jauh lebih banyak dan pergerakannya lebih aktif. Dibandingkan dengan urin yang dilakukan pengenceran, jumlah spermanya tidak sebanyak urin tanpa pengenceran, malahan kebanyakan dari kodok yang dicobakan pada setiap kelompok tidak ditemukan sama sekali spermanya. Ini dikarenakan pada urin yang diencerkan kandungan hormon choriogonadotropinnya sudah tidak sebanyak urin tanpa pengenceran malahan kandungan hormon tersebut sudah hilang karena larut dalam air. Sebaliknya pada urin tanpa pengenceran, kandungan hormon ini masih sangat banyak sehingga peluang spermatogenesisnya lebih besar.
Pada salah satu kelompok percobaan, hasil yang didapatkannya sangat mengherankan. Karena pada kodok yang disuntik dengan urin tanpa pengenceran atau dengan pengenceran tidak ditemukan adanya sperma. Ini dikarenakan beberapa faktor:
  1. Urin yang digunakan umur kehamilannya sudah lebih dari 3 bulan.
  2. Urin yang diambil, pengambilannya sudah terlalu lama dari acara praktikum sehingga sudah kadaluarsa.
  3. Kodok yang digunakan mungkin bukan kodok jantan.
  4. Kodok jantan yang digunakan masih terlalu muda atau belum mencapai kematangan sexualnya.


VI. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
  1. Hormon choriogonadotropin merupakan hormon yang ditemukan pada urin wanita hamil dan merupakan yang menentukan kehamilan.
  2. Pada percobaan telah ditemukan hormon choriogonadotropin pada urin wanita hamil yang dibuktikan dengan banyaknya sperma pada kodok jantan (Bufo sp.).
  3. Hormon choriogonadotropin dapat menyebabkan spermatogenesis dengan cepat pada hewan amfibia khususnya kodok (Bufo sp.)

VII. DAFTAR PUSTAKA


Kimball, John W., 1988. Biologi. Edisi Kelima. Jilid 2. Alih Bahasa: Siti Soetarmi Tjitrosomo dan Nawangsari Sugiri. Erlangga. Jakarta.
Sumadia, dkk. 1996. Hamparan Dunia Ilmu-Time Life: Tubuh Manusia. Tira Pustaka. Jakarta.
Villee, Claude A., Warren F. Walker, Jr., Robert D. Barnes. 1988. Zoologi Umum. Edisi Keenam. Jilid 1. Alih Bahasa: Nawangsari Sugiri. Erlangga. Jakarta.
Wheeler, L. 2000. Jendela IPTEK: Tubuh Manusia. Balai Pustaka. Jakarta.
Wulangi, K.S. 1994. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Depdikbud. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comment yach...