Rabu, 16 Maret 2011

Lichens Sebagai Indikator Global Warming

BAB I

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Lichenes (lumut kerak) merupakan gabungan antara fungi dan alga sehingga secara morfologi dan fisiologi merupakan satu kesatuan. Lumut ini hidup secara epifit pada pohon-pohonan, di atas tanah terutama di daerah sekitar kutub utara, di atas batu cadas, di tepi pantai atau gunung-gunung yang tinggi. Tumbuhan ini tergolong tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam pembentukan tanah. Tumbuhan ini bersifat endolitik karena dapat masuk pada bagian pinggir batu. Dalam hidupnya lichenes tidak memerlukan syarat hidup yang tinggi dan tahan  terhadap kekurangan air dalam jangka waktu y

ang lama.
Alga dan jamur bersimbiosis membentuk lichenes baru jika bertemu jenis yang tepat. Para ahli mengemukakan berbagai pendapat mengenai pengelompokan atau klasifikasi lichenes dalam dunia tumbuhan. Ada yang berpendapat bahwa lichenes dimasukkan ke dalam kelompok yang tidak terpisah dari jamur, tapi kebanyakan ahli berpedapat bahwa lichenes perlu dipisahkan dari fungi atau  menjadi golongan tersendiri. Alasan dari pendapat yang kedua ini adalah karena jamur yang membangun tubuh lichenes tidak akan membentuk tubuh lichenes tanpa alga. Hal lain didukung oleh karena adanya zat-zat hasil metabolisme yang tidak ditemui pada alga dan jamur yang hidup terpisah.
Lichenes yang hidup pada batuan dapat menjadi kering karena teriknya matahari, tetapi tumbuhan ini tidak mati, dan jika turun hujan bisa hidup kembali. Lichenes menghasilkan lebih dari 500 senyawa biokimia yang unik untuk dapat beradaptasi pada habitat yang ekstrim. Senyawa tersebut berguna untuk mengontrol sinar terik matahari, mengusir/menolak (repellen) herbivora, membunuh mikroba dan mengurangi kompetisi dengan tumbuhan, dll. Diantaranya berbagai jenis pigmen dan antibiotik yang juga membuat lichenes ini sangat berguna bagi manusia pada masyarakat tradisional. Tumbuhan ini memiliki warna yang bervariasi seperti putih, hijau keabuabuan, kuning, oranye, coklat, merah dan hitam.
Ditinjau dari aspek manfaatnya dan juga berdasarkan proses metabolismenya, lichens ternyata dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk mengetahui seberapa besar tingkat perkembangan pemanasan global (global warming) yang kini sedang terjadi dan melanda bumi kita. Melalui makalah ini, kita akan dapat mengetahui bagaimana lichens dapat berperan sebagai bioindikator dari global warming.

1.2 Tujuan

Mengetahui fungsi lichnes sebagai bioindikator global warming

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Lichens

Lichenes (lumut kerak) merupakan gabungan antara fungi dan algae sehingga secara morfologi dan fisiologi merupakan satu kesatuan. Lumut kerak ini hidup secara epifit pada pohon-pohonan, di atas tanah terutama di daerah sekitar kutub utara, di atas batu cadas, di tepi pantai atau gunung-gunung yang tinggi. Tumbuhan ini tergolong tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam pembentukan tanah. Tumbuhan ini bersifat endolitik karena dapat masuk pada bagian pinggir batu.
Dalam hidupnya lichens tidak memerlukan syarat hidup yang tinggi dan tahan terhadap kekurangan air dalam jangka waktu yang lama. Lichens yang hidup pada batuan dapat menjadi kering karena teriknya matahari, tetapi tumbuhan ini tidak mati, dan jika turun hujan bisa hidup kembali. Lichens menghasilkan lebih dari 500 senyawa biokimia yang unik untuk dapat beradaptasi pada habitat yang ekstrim. Senyawa tersebut berguna untuk mengontrol sinar terik matahari, mengusir atau menolak (repellen) herbivora, membunuh mikroba dan mengurangi kompetisi dengan tumbuhan, dan lainnya. Diantaranya berbagai jenis pigmen dan antibiotik yang juga membuat lichens ini sangat berguna bagi manusia pada masyarakat tradisional. Tumbuhan ini memiliki warna yang bervariasi seperti putih, hijau keabuabuan, kuning, oranye, coklat, merah dan hitam.
Algae dan jamur bersimbiosis membentuk lichens baru jika bertemu jenis yang tepat. Dimana sedikit banyak berpengaruh, seperti jamur tidak bisa melakukan fotosintesis, kemampuan ini secara alami dilakukan secara bebas oleh algae. Lichens biasanya ditemukan disekitar lingkungan dimana organisme lain tidak dapat tumbuh dan mereka berhasil membuat suatu koloni pada lingkungan tersebut yang dikarenakan oleh hubungan mutualisme antara algae dengan jamur.
Para ahli mengemukakan berbagai pendapat mengenai pengelompokan atau klasifikasi lichens dalam dunia tumbuhan. Ada yang berpendapat bahwa lichens dimasukkan ke dalam kelompok yang tidak terpisah dari jamur, tapi kebanyakan ahli berpedapat bahwa lichens perlu dipisahkan dari fungi atau menjadi golongan tersendiri. Alasan dari pendapat yang kedua ini adalah karena jamur yang membangun tubuh lichens tidak akan membentuk tubuh lichens tanpa algae. Hal lain didukung oleh karena adanya zat-zat hasil metabolisme yang tidak ditemui pada algae dan jamur yang hidup terpisah.
Bentuk dari lichens biasanya dapat dideterminasi dengan melihat sel jamurnya saja, dan sebagian besar jenis jamur dapat membentuk asosiasi dengan lichens. Keanekaragaman dari tipe algae lebih sedikit, dan banyak dari tipe lichens mungkin mempunyai komponen algae yang sama. Beberapa lichens terdiri dari sianobakteri termasuk dalamalgae yang berfungsi sebagai komponen fototropik. Algae atau sianobakteri biasanya ada pada lapisan yang berbeda pada struktur lichens.
   Jamur sangat jelas mendapatkan keuntungan, tetapi apa keuntungan yang didapatkan algae?. Jamur dipastikan menyediakan tempat untuk algae tumbuh yang terlindung dari erosi oleh hujan dan angin. Sebagai tambahan, jamur memfasilitasi algae untuk menarik dan menyerap air dari batu atau substrat lain dan kebutuhan nutrient anorganik esensial lainnya untuk pertumbuhan algae dimana lichens hidup. Asam lichens merupakan senyawa organik komplek yang dihasilkan oleh jamur, dalam bentuk nutrient yang tidak larut dan chelation. Kegunaan jamur lainnya adalah melindungi algae dari kekeringan; sebagian besar tempat hidup lichens adalah tempat hidup yang kering (batu, tanah, atap rumah, dan jamur pada umumnya lebih baik mentolerir kondisi kekurangan air daripada algae.
Sebagian besar lichens tumbuh secara ekstrim lambat – untuk tumbuh 2 cm saja, lichens yang tumbuh pada batu bisa menempuh waktu bertahun-tahun. Pengukuran pertumbuhan lichens, berkisar antara 1 mm per tahun tetapi tidak lebih 3 cm/tahun tergantung dari organisme yang bersimbiosis, banyaknya hujan yang turun dan sinar matahari yang didapat, dan cuaca pada umumnya. Walaupun lichens hidup tumbuh dialam pada kondisi yang tidak menguntungkan, lichens sangat sensitif terhadap pencemaran udara dan cepat menghilang pada daerah yang mempunyai kadar polusi udara yang berat. Salah satu yang menyebabkan ini terjadi lichens dapat menyerap dan mengendapkan mineral dari air hujan dan udara dan tidak dapat mengeluarkannya sehingga konsentrasi senyawa yang mematikan seperti SO2 sangat mudah masuk. 

MORFOLOGI THALLUS LICHENES
A.           Morfologi Luar
Tubuh lichens dinamakan thallus yang secara vegetatif mempunyai kemiripan dengan algae dan jamur. Thallus ini berwarna abu-abu atau abu-abu kehijauan. Beberapa spesies ada yang berwarna kuning, oranye, coklat atau merah dengan habitat yang bervariasi.
Bagian tubuh yang memanjang secara selluler dinamakan hifa. Hifa merupakan organ vegetatif dari thallus atau miselium yang biasanya tidak dikenal pada jamur yang bukan lichens. Algae selalu berada pada bagian permukaan dari thallus. Berdasarkan bentuknya lichens dibedakan atas empat bentuk :
a.              Crustose
Lichens yang memiliki thallus yang berukuran kecil, datar, tipis dan selalu melekat ke permukaan batu, kulit pohon atau di tanah. Jenis ini susah untuk mencabutnya tanpa merusak substratnya. Contoh : Graphis scipta, Haematomma puniceum, Acarospora atau Pleopsidium.
Lichen Crustose yang tumbuh terbenam di dalam batu hanya bagian tubuh buahnya yang berada di permukaan disebut endolitik, dan yang tumbuh terbenam pada jaringan tumbuhan disebut endoploidik atau endoploidal. Lichen yang longgar dan bertepung yang tidak memiliki struktur berlapis, disebut leprose.
b.             Foliose
Lichen foliose memiliki struktur seperti daun yang tersusun oleh lobuslobus. Lichen ini relatif lebih longgar melekat pada substratnya. Thallusnya datar, lebar, banyak lekukan seperti daun yang mengkerut berputar. Bagian permukaan atas dan bawah berbeda. Lichens ini melekat pada batu, ranting dengan rhizines. Rhizines ini juga berfungsi sebagai alat untuk mengabsorbsi makanan. Contoh : Xantoria, Physcia, Peltigera, Parmelia dan lainnya.
c.              Fruticose
Thallusnya berupa semak dan memiliki banyak cabang dengan bentuk seperti pita. Thallus tumbuh tegak atau menggantung pada batu, daun-daunan atau cabang pohon. Tidak terdapat perbedaan antara permukaan atas dan bawah. Contoh : Usnea, Ramalina dan Cladonia.
d.             Squamulose
Lichen ini memiliki lobus-lobus seperti sisik, lobus ini disebut squamulus yang biasanya berukuran kecil dan saling bertindih dan sering memiliki struktur tubuh buah yang disebut podetia.

B.            Morfologi dalam (Anatomi)
Struktur morfologi dalam diwakili oleh jenis foliose, karena jenis ini mempunyai empat bagian tubuh yang dapat diamati secara jelas yaitu :
-           Korteks atas, berupa jalinan yang padat disebut pseudoparenchyma dari hifa jamurnya. Sel ini saling mengisi dengan material yang berupa gelatin. Bagian ini tebal dan berguna untuk perlindungan.
-                 Daerah algae, merupakan lapisan biru atau biru hijau yang terletak di bawah korteks atas. Bagian ini terdiri dari jalinan hifa yang longgar. Diantara hifa-hifa itu terdapat sel-sel hijau, yaitu Gleocapsa, Nostoc, Rivularia dan Chrorella. Lapisan thallus untuk tempat fotosintesa disebut lapisan gonidial sebagai organ reproduksi.
-                 Medulla, terdiri dari lapisan hifa yang berjalinan membentuk suatu bagian tengah yang luas dan longgar. Hifa jamur pada bagian ini tersebar ke segala arah dan biasanya mempunyai dinding yang tebal. Hifa pada bagian yang lebih dalam lagi tersebar di sepanjang sumbu yang tebal pada bagian atas dan tipis pada bagian ujungnya. Dengan demikian lapisan tadi membentuk suatu untaian hubungan antara dua pembuluh.
-                 Korteks bawah, lapisan ini terdiri dari struktur hifa yang sangat padat dan membentang secara vertikal terhadap permukaan thallus atau sejajar dengan kulit bagian luar. Korteks bawah ini sering berupa sebuah akar (rhizines). Ada beberapa jenis lichens tidak mempunyai korteks bawah. Dan bagian ini digantikan oleh lembaran tipis yang terdiri dari hypothallus yang fungsinya sebagai proteksi.
Dari potongan melintang Physcia sp. terlihat lapisan hijau sel-sel algae dan rhizines coklat bercabang pada bagian bawah. Bagian tengah yang berwarna putih terdiri dari sel-sel jaringan jamur yang disebut medulla. Struktur pipih pada bagian atas dan kanan disebut apothecia dan lapisan coklat di atasnya disusun oleh asci, yaitu bagian dari ascomycete yang mengandung spora jamur.

C.           Struktur Vegetatif
Struktur tubuh lichens secara vegetatif terdiri dari :
-                 Soredia. Soredia terdapat pada bagian medulla yang keluar melalui celah kulit. Diameternya sekitar 25–100 μm, sehingga soredia dapat dengan mudah diterbangkan angin dan akan tumbuh pada kondisi yang sesuai menjadi tumbuhan licenes yang baru. Jadi pembiakan berlangsung dengan perantaraan soredia. Soredia itu sendiri merupakan kelompok kecil sel-sel gangang yang sedang membelah dan diselubungi benang-benang miselium menjadi satu badan yang dapat terlepas dari induknya. Soredia ini terdapat di dalam soralum. Potongan Lobaria pulmonaria. Bagian hitam yang membengkak disebut cephalodium dan struktur bentuk mahkota adalah soralium dengan bentuk bola kecil soredia di atasnya. Lapisan hijau adalah koloni algae.
-                 Isidia. Isidia berbentuk silinder, bercabang seperti jari tangan dan terdapat pada kulit luar. Diamaternya 0,01–0,03 μm dan tingginya antara 0,5–3 μm. Berdasarkan kemampuannya bergabung dengan thallus, maka dalam media perkembangbiakan, isidia akan menambah luas permukaan luarnya. Sebanyak 25–30% dari spesies foliose dan fructicose mempunyai isidia. Proses pembentukan isidia belum diketahui, tetatpi dianggap sebagai faktor genetika.
-                 Lobula. Lobula merupakan pertumbuhan lanjutan dari tahllus lichens yang sering dihasilkan di sepanjang batas sisi kulit luar. Lobula ini dapat berkembang dengan baik pada jenis foliose, Genus Anaptycia, Neproma, Parmelia dan Peltigera. Lobula sangat sukar dibedakan dengan isidia.
-                 Rhizines. Rhizines merupakan untaian yang menyatu dari hifa yang berwarna kehitam-hitaman yang muncul dari kulit bagian bawah (korteks bawah) dan mengikat thallus ke bagian dalam. Ada dua jenis rhizines yaitu bercabang seperti pada Ctraria, Physcia dan Parmelia dan yang tidak bercabang terdapat pada Anaptycis dan beberapa Parmelia.
-                 Tomentum. Tomentum memiliki kepadatan yang kurang dari rhizines dan merupakan lembaran serat dari rangkaian akar atau untaian yang renggang. Biasanya muncul pada lapisan bawah seperti pada Collemataceae, Peltigeraceae dan Stictaceae.
-                 Cilia. Cilia berbentuk seperti rambut, menyerupai untaian karbon dari hifa yang muncul di sepanjang sisi kulit. Cilia berhubungan dengan rhizines dan hanya berbeda pada cara tumbuh saja.
-                 Cyphellae dan Pseudocyphellae. Cypellae berbentuk rongga bulat yang agak besar serta terdapat pada korteks bawah dan hanya dijumpai pada genus Sticta. Pseudocyphellae mempunyai ukuran yang lebih kecil dari cyphellae yaitu sekittar 1 μm dan terdapat pada korteks bawah spesies Cetraria, Cetralia, Parmelia dan Pasudocyphellaria. Rongga ini berfungsi sebagai alat pernafasan atau pertukaran udara.
-                 Cephalodia. Cephalodia merupakan pertumbuhan lanjutan dari thallus yang terdiri dari algae-algae yangg berbedadari inangnya. Pada jenis peltigera aphthosa, cephalodia mulai muncul ketika Nostoc jatuh pada permukaan thallus dan terjaring oleh hifa cephalodia yang berisikan Nostoc biru kehijauan. Jenis ini mampu menyediakan nitrogen thallus seperti Peltigera, Lecanora, Stereocaulon, Lecidea dan beberapa jenis crustose lain.

KLASIFIKASI LICHENS
Lichens sangat sulit untuk diklasifikasikan karena merupakan gabungan dari algae dan fungi serta sejarah perkembangan yang berbeda. Para ahli seperti Bessey (1950), Martin (1950) dan Alexopoulus (1956), berpendapat bahwa lichens dikelompokkan dan diklasifikasikan ke dalam kelompok jamur sebenarnya. Bessey meletakkannya dalam ordo Leocanorales dari Ascomycetes. Smith (1955) menganjurkan agar lichens dikelompokkan dalam kelompok yang terpisah yang berbeda dari algae dan fungi.
Lichens memiliki klasifikasi yang bervariasi dan dasar dasar klasifikasinya secara umum adalah sebagai berikut :
1.       Berdasarkan komponen cendawan yang menyusunnya
A.           Ascolichens
-        Cendawan penyusunnya tergolong Pyrenomycetales, maka tubuh buah yang dihasilkan berupa peritesium. Contoh : Dermatocarpon dan Verrucaria.
-        Cendawan penyusunnya tergolong Discomycetes. Lichens membentuk tubuh buah berupa apothecium yang berumur panjang. Contoh : Usnea dan Parmelia.
Dalam kelas Ascolichens ini dibangun juga oleh komponen algae dari famili: Mycophyceae dan Chlorophyceae yang bentuknya berupa gelatin.
Genus dari Mycophyceae adalah : Scytonema, Nostoc, Rivularia, Gleocapsa dan lain-lain. Dari Cholophyceae adalah : Protococcus, Trentopohlia, Cladophora dan lainnya.
B.            Basidiolichens
Berasal dari jamur Basidiomycetes dan algae Mycophyceae. Basidiomycetes yaitu dari famili : Thelephoraceae, dengan tiga genus Cora, Corella dan Dyctionema. Mycophyceae berupa filament yaitu : Scytonema dan tidak berbentuk filamen yaitu Chrococcus.
C.            Lichen Imperfect
Deutromycetes fungi, steril. Contoh : Cystocoleus, Lepraria, Leprocanlon, Normandia, dan lainnya.
2.       Berdasarkan algae yang menyusun thalus
A.           Homoimerus
Sel algae dan hifa jamur tersebar merata pada thallus. Komponen algae mendominasi dengan bentuk seperti gelatin, termasuk dalam Mycophyceae. Contoh : Ephebe, Collema.
B.            Heteromerous
Sel algae terbentuk terbatas pada bagian atas thallus dan komponen jamur menyebabkan terbentuknya thallus, algae tidak berupa gelatin Chlorophyceae. Contoh : Parmelia
3.       Berdasarkan type thallus dan kejadiannya
A.         Crustose atau Crustaceous.
Merupakan lapisan kerak atau kulit yang tipis di atas batu, tanah atau kulit pohon. Seperti Rhizocarpon pada batu, Lecanora dan Graphis pada kulit kayu. Mereka terlihat sedikit berbeda antara bagian permukaan atas dan bawah.
B.            Fruticose atau filamentous.
Lichen semak, seperti silinder rata atau seperti pita dengan beberapa bagian menempel pada bagian dasar atau permukaan. Thallus bervariasi, ada yang pendek dan panjang, rata, silindris atau seperti janggut atau benang yang menggantung atau berdiri tegak. Bentuk yang seperti telinga tipis yaitu Ramalina. Bentuk panjang menggantung seperti Usnea dan Alectoria. Cladonia adalah tipe antara kedua bentuk itu.
KEGUNAAN EKONOMI LICHENS
Lichens memiliki bermacam-macam kegunaan dan bahaya, antara lain :
A.           Lichens sebagai bahan makanan
Thallus dari lichens belum digunakan sebagai sumber makanan secara luas, karena lichens memiliki suatu asam yang rasanya pahit dan dapat menimbulkan gatal-gatal, khususnya asam fumarprotocetraric. Asam ini harus dibuang terlebh dahulu dengan merebusnya dalam soda. Tanaman ini mempunyai nilai, walaupun tidak sama dengan makanan dari biji-bijian. Pada saat makanan sulit didapat, orang-orang menggunakan lichens sebagai sumber karbohidrat dengan mencampurnya dengan tepung. Di Jepang disebut Iwatake, dimana Umbilicaria dari jenis foliose lichens digoreng atau dimakan mentah.
Lichens juga dimakan oleh hewan rendah maupun tingkat tinggi seperti siput, serangga, rusa dan lain-lain. Rusa karibu menjadikan sejumlah jenis lichens sebagai sumber makanan pada musim dingin, yang paling banyak dimakan adalah Cladina stellaris. Kambing gunung di Tenggara Alaska memakan lichens dari jenis Lobaria linita.
B.            Lichens sebagai obat-obatan
Pada abad pertengahan lichens banyak digunakan oleh ahli pengobatan. Lobaria pulmonaria digunakan untuk menyembuhkan penyakit paru-paru karena Lobaria dapat membentuk lapisan tipis pada paru-paru. Selain itu lichens juga digunakan sebagai ekspektoran dan obat liver. Sampai sekarang penggunaan lichens sebagai obat-obatan masih ada.
Dahulu di Timur Jauh, Usnea filipendula yang dihaluskan digunakan sebagai obat luka dan terbukti bersifat antibakteri. Senyawa asam usnat (yang terdapat dalam ekstrak spesis Usnea) saat ini telah digunakan pada salep antibiotik, deodoran dan herbal tincture. Spesies Usnea juga digunakan dalam pengobatan Cina, pengobatan homeopathic, obat tradisional di kepulauan Pasifik, Selandia Baru dan lain benua selain Australia. Banyak jenis lichens telah digunakan sebagai obat-obatan, diperkirakan sekitar 50% dari semua spesies lichens memiliki sifat antibiotik. Penelitian bahan obat-obatan dari lichens terus berkembang terutama di Jepang.
C.            Lichens sebagai antibiotik
Substrat dari lichens yaitu pigmen kuning asam usnat digunakan sebagai antibiotik yang ampu menghalangi pertumbuhan Mycobacterium. Cara ini telah digunakan secara komersil. Salah satu sumber dari asam usnat ini adalah Cladonia dan antibiotik ini terbukti ampuh dari penisilin. Selain asam usnat terdapat juga zat lain seperti sodium usnat, yang terbukti ampuh melawan kanker tomat. Virus tembakau dapat dibendung dan dicegah oleh ekstrak lichens yaitu : lecanoric, psoromic dan asam usnat.

D.           Lichens yang berbahaya
Pigmen kuning yang berasal dari jenis Usnea dan Everia dapat menyebabkan alergi pada kulit dan menyebabkan gatal-gatal. Abu soredia yang melekat pada kulit akan menimbulkan rasa gatal. Lichen serigala atau Letharia vulpina adalah lichen beracun. Dari namanya menggambarkan kegunaannya secara tradisional di bagian utara Eropa sebagai racun untuk serigala. Bangsa Achomawi menggunakannya (kadang-kadang dicampur dengan bisa ular) untuk membuat panah beracun. Walaupun demikian, suku Blackfoot dan Okanagan-Colville memakai Letharia sebagai teh obat.

E.            Kegunaan lain dari lichen
Dari hasil ekstraksi Everina, Parmelia, dan Ramalina diperoleh minyak. Beberapa di antaranya digunakan untuk sabun mandi dan parfum. Di Mesir digunakan sebagai bahan pembungkus mummi dan campuran buat pipa cangklong untuk merokok, khususnya Parmelia audina yang mengandung asam lecanoric. Ekstrak lichens dapat juga dibuat sebagai bahan pewarna untuk mencelup bahan tekstil. Bahan pewarna di ekstrak dengan cara merebus lichens dalam air, dan sebagian jenis lain diekstrak dengan cara fermentasi lichens dalam amonia. Parmelia sulcata digunakan untuk pewarna wol di Amerika Utara.

2.4 Global Warming dan Efek Rumah Kaca

Pada dasarnya, efek rumah kaca menyebabkan atmosfir bumi menjadi hangat dan membuat bumi dapat ditinggali oleh makhluk hidup. Tanpa efek rumah kaca, bumi akan menjadi planet yang amat dingin. Sayangnya, efek rumah kaca tersebut mengalami peningkatan beberapa dekade belakangan ini. Itulah inti permasalahan global warming yang sedang digembar-gemborkan akhir-akhir ini. Adapun contoh gas-gas yang dapat menyebabkan efek rumah kaca ialah CO2, CH4, NOx, SOx, SF6, H2O, dan PFC.
Peneliti lingkungan dan sains berpendapat bahwa manusia ialah penyebab utama global warming . Emisi gas rumah kaca mengalami kenaikan 70 persen antara 1970 hingga 2004. Konsentrasi gas karbondioksida di atmosfer jauh lebih tinggi dari kandungan alaminya dalam 650 ribu tahun terakhir. Rata-rata temperatur global telah naik 1,3 derajat Fahrenheit (setara 0,72 derat Celcius) dalam 100 tahun terakhir. Muka air laut mengalami kenaikan rata-rata 0,175 centimeter setiap tahun sejak 1961. Sekitar 20 hingga 30 persen spesies tumbuh-tumbuhan dan hewan berisiko punah jika temperatur naik 2,7 derajat Fahrenheit (setara 1,5 derajat Celcius). Jika kenaikan temperatur mencapai 3 derajat Celcius, 40 hingga 70 persen spesies mungkin musnah.
Meski negara-negara miskin yang akan merasakan dampak sangat buruk, perubahan iklim juga melanda negara maju. Pada 2020, 75 juta hingga 250 juta penduduk Afrika akan kekurangan sumber air, penduduk kota-kota besar di Asia akan berisiko terlanda banjir. Di Eropa, kepunahan spesies akan ekstensif. Sementara di Amerika Utara, gelombang panas makin lama dan menyengat sehingga perebutan sumber air akan semakin tinggi. Kondisi cuaca ektrim akan menjadi peristiwa rutin. Badai tropis akan lebih sering terjadi dan semakin besar intensitasnya. Gelombang panas dan hujan lebat akan melanda area yang lebih luas. Resiko terjadinya kebakaran hutan dan penyebaran penyakit meningkat. Sementara itu, kekeringan akan menurunkan produktivitas lahan dan kualitas air. Kenaikan muka air laut akan memicu banjir lebih luas, mengasinkan air tawar, dan menggerus kawasan pesisir.
Indonesia menyumbang tujuh persen pencemaran dengan kadar karbon atau sebanyak 2,5 miliar ton CO yang berdampak pada terjadinya global warming . Hal ini terjadi karena laju dan tingkat penggundulan hutan di Indonesia mencapai satu juta hektar per tahun.
Rachmat Witoelar mengatakan bahwa global warming sedang menjadi isu sentral di berbagai belahan dunia. Salah satu penyebab global warming ini terkait kegiatan penebangan pohon di kawasan hutan yang tidak diimbangi dengan penanaman pohon pengganti atau disebut deforestasi. Sektor kehutanan di seluruh dunia menyumbang sebanyak 20 persen atau sekitar 7,5 miliar ton kandungan CO, yang memicu terjadinya global warming . Dari angka tersebut, Indonesia menyumbang sepertiganya, atau sebanyak tujuh persen dengan total kontribusi sekitar 2,5 miliar ton CO.



BAB III

ISI


Lichenes merupakan gabungan antara fungi dan algae sehingga secara morfologi dan fisiologi merupakan satu kesatuan. Lichens ini hidup secara epifit pada pohon-pohonan, di atas tanah terutama, di atas batu cadas, di tepi pantai atau gunung-gunung yang tinggi. Tumbuhan ini tergolong tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam pembentukan tanaman dan bersifat endolitik karena dapat masuk pada bagian pinggir batu.
Lichens dalam pengertian lain merupakan asosiasi simbiotik berjuta-juta mikroorganisme fotosintetik (fotobion) yang disatukan dalam jaringan hifa fungi (mikobion). Fotobion dan mikobion membentuk “mikro-ekosistem” yang sangat stabil dan tangguh. Oleh karena itu lichenes mampu bertahan dalam kondisi suhu sangat panas atau suhu sangat dingin. Meskipun lichens dapat tumbuh pada kondisi dan tempat yang ekstrim dan tidak memungkinkan untuk tumbuhan lain bisa hidup, namun lichens sangat sensitif terhadap pencemaran udara sehingga dapat dijadikan bioindikator pencemaran udara. Pada tahun 1866, diketahui bahwa penyebab hilangnya komunitas lichens di Jardin de Luxembourg dekat Paris disebabkan oleh sulfur dioksida. Kejadian ini dan kejadian-kejadian lain serupa inilah yang menyadarkan bahwa lichens memiliki potensi besar sebagai bioindikator.
Berdasarkan struktur anatominya, lichens tidak memiliki kutikula sehingga mengabsorpsi nutrien dan air dari atmosfer dengan baik. Hal ini dapat menjelaskan mengapa lumut kerak dapat menjadi bioindikator pencemaran udara. Kotornya udara di sekitar lingkungan lichens dapat memberikan pengaruh yang cukup siginifikan terhadap pertumbuhan lichens. Perubahan lingkungan menyebabkan lichens berubah dalam keanekaragamannya, morfologinya, fisiologinya, genetik, dan kemampuan mengakumulasi zat pencemar udara.
Setiap jenis lichens tentunya memiliki perbedaan dalam kemampuan bertahan hidup sesuai dengan kondisi lingkungannya. Contohnya, ada jenis lichens yang sensitif dengan unsur belerang yang terkandung di udara. Begitu juga dengan jenis lichens yang lain, ada jenis usur senyawa tertentu yang bersifat karsigenik dan menghambat terhadap pertumbuhan linchens. Sifat dari lichens inilah yang dapat dimanfaatkan sebagai tolak ukur tingkat pencemaran udara yang ada.
Di suatu daerah, dimana tingkat pencemaran udaranya yang tinggi, populasi llichens yang ada di daerah tersebut akan berkurang. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kelangkaan populasi lichens pada daerah yang tingkat pencemaran udaranya cukup tinggi. Faktor utama dari rendahnya populasi lichens karena komponen jamur akan bergantung pada kemmpuan komponen alga untuk mendapatkan makanan dari hasil fotosintesisnya. Apabila udara (CO2) yang merupakan sumber dari alga untuk mendapatkan bahan untu berfotosintesi tercemar, tentunya tingkat produksi makanan dari fotosistesis akan terganggu dan produksi makanan dari proses fotosintesis akan berkurang.
Seperti yang kita ketahui, global warming (pemanasan global) merupakan dampak lanjut dari pencemaran udara yang disebabkan oleh berbagai hal seperti pabrik, asap kendaraan bermotor dan lain sebagainya. Pengotor udara seperti kandungan CO2, CH4, NOx, SOx, SF6, H2O, dan PFC yang terperangkap di atmosfer akan memberikan efek yang negatif terhadap keseimbangan unsur abiotik di alam yang berdampak pada perubahan iklim dan cuaca. Panas yang diterima oleh matahari yang seharusnya dikembalikan ke antariksa tertahan oleh senyawa-senyawa yang menjadi pengotor di atmosfer. Senyawa-senyawa pengotor tersebut seolah-olah menjadi kaca yang meantulkan cahaya kembali ke bumi.
Peran lichens di dalam perrkembangan global warming ini terdapat pada kemampuan lichens untuk mendeteksi tingkat pencemaran udara oleh senyawa-senyawa pengotor tersebut. Lichens dapat bereproduksi dengan spora dari jamur dan sel alga. Untuk membentuk satu individu lichens yang baru, kedua sepora tersebut harus bersamaan tumbuhnya. Dalam beberapa jenis spesies, perkembangbiakan dan penyebarannya dibantu oleh angin. Lichens akan tumbuh saat spora dari jamur dan alga jatuh pada lingkungan yang tepat. Jika kondisi lingkungan tidak menguntungkan untuk salah satu jenis spora, misalkan spora dari jamur, maka lichens tidak akan terbentuk. Dari hasil penelitian, faktor penyebab dari hal tersebut adalah penurunan kualitas udara di lingkungn sekitar.
Bentuk lain efek dari adanya pengotor udara yaitu berubahnya ciri morfologis dari lichens. Alga menduduki tempat di bagian atas dari lichens dan memiliki fungsi untuk menghsilkan makanan dari proses fotosintesis. Tentunya proses fotosintesis terjadi akrena adanya klorofil atau pigmen warna hijau di dalam sel alga. Berbeda dengan tumbuhan tingkat tinggi, kemampuan alga dalam berfotosintesis sangat bergantung pada kondisi lingkungan, terutama dari kandungan CO2 yang terdapat di udara. Kandungan CO2 yang berlebihan akan menyebabkan perubahan dari hasil fotosintesis oleh alga pada lichens, dan perubahan ini akan berdampak pada ciri morfologis dari lichens pada umumnya. Contoh perubahan ciri morfologis dari lichens akibar faktor ini adalah perubahan warna dari lichens serta ukurannya. Fotosintesis merupakan proses untuk mendapatkan makanan. Apabila reaktan yang digunakan selama proses fotosintesis dalam hal ini adalah CO2, mengalami perubahan, maka akan terjadi perubahan pada hasil fotosintesis. Bertambahnya reaktan akan menambah produk sehinngga makanan akan menumpuk dan tentunya ukuran lichens akan bertambah.
Faktor suhu yang berubah akibat adanya perubahan iklim juga berpengaruh terhadap kehidupan lichens. kondisi lingkungna yang menjadi tidak mendukung pertumbuhan lichens akan berakibat lichens tidak dapat hidup dengan normal. Warna dari lichens bisa saja berubah karena faktor suhu yang semakin meningkat. Dengan sifat sifat dari liches tersebut, lichens ternyata memiliki fungsi dan manfaat khusus di alam. Berubahnya ciri morfologis maupun perkembangbiakan dan penyebaran lichens dapat dijadikan sebagai indikator dalam melihat seberapa besar tingkat kebersihan udara, dan tentunya berkaitan dengan global warming.



BAB IV

KESIMPULAN



            Lichens merupakan bentuk tumbuhan yang merupakan simbiosis dari jamur dan alga. Secara morfologis dan anatomis, bentuk simbiosis ini membentuk satu kesatuan individu yang disebut dengan Lichens. Lichens dapat digunakan sebagai bahan makanan, obat, antibiotik, dan lain sebagainya.
Berdasarkan sifat-sifatnya yang peka terhadap kondisi lingkungan terutama terhadap kondisi udara, lichens juga dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator pencemaran udara yang berhubungan erat dengan peristiwa global warming yang sedang melanda bumi kita





DAFTAR PUSTAKA


Aryulina,Ph.D., Diah,2007,Biologi SMA dan MA untuk Kelas X, Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama
BAPPENAS. “Dampak dari Pencemaran Udara”. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, http://udarakota.bappenas.go.id/view.php?page=dampak, 3 Mei 2009.
BAPPENAS,2006, Strategi dan Rencana Aksi Nasional Peningkatan Kualitas Udara, BAPPENAS
Barreno,Eva,2007,Lichens as bioindicators pf forest health, biodiversity and ecological continuity, Universitat de Valencia,
http://www.nerium.net/plantaeuropa/Download/Workshops/Workshop_4/Barreno_Eva_W4.pdf, 3 Mei 2009
 Boonpragob,Dr.,Kansri,2008,Using lichen as bioindicator of air pollution, Department of Biology, Ramkhamhaeng University,  
http://infofile.pcd.go.th/air/31_LichenAcidDep.pdf
, 3 Mei 2009 
Campbell,2003,Biologi,Jakarta:Erlangga
ETA,2000,Pencemaran Udara Surabaya Dideteksi,Kompas Cybermedia,
http://64.203.71.11/kompas-cetak/0004/01/iptek/penc10.htm,3 Mei 2009
Hutagalung, Michael, 2007,Indonesia dan Global Warming, http://majarimagazine.com/2007/12/indonesia-dan-global-warming/,3 Mei 2009
KKTI. Kamus Komputer dan Teknologi Informasi [Online] Tersedia: http://www.total.or.id/info.php?kk=attenuation
[3 Desember 2008]
KY Gov,2008,Air Monitoring, Kentucky Division for Air Quality,  http://www.air.ky.gov/programs/airmonitoring/ , 26 April 2009 
Mulgrew, Angela and Peter Williams,2000,Biomonitoring of Air Quality Using Plants,WHO Collaborating Centre for Air Quality Management and Air Pollution Control, http://umweltbundesamt.de/whocc/AHR10/I-Introd.htm , 17 Mei 2009
NCSU, Biomonitoring, North Carolina State University, http://www.water.ncsu.edu/watershedss/info/biomon.html ,17 Mei 2009 
Sutardi, Tata, 2008, Tehnik Pengukuran Udara Ambien, http://www,ccitonline.com/mekanika/tiki-print_article.php?articleeId=97, 24 Mei 2009
Syamsuri, Istamar,2004,Biologi,Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama
Visual Ilmu dan Pengetahuan Populer untuk Pelajar dan Umum(VIPPPU): memahami Keragaman Tumbuhan.Jakarta PT Bhuana Ilmu Populer, 2006,Warning System Tingkat Polusi Udara di Jalur Padat Transportasi Kota Surabaya, Deteksi Konsentrasi Gas Polutan Berbasis Integrated Atmospheric Environmen Sistem pemantauan (IAEMS)
http://ep.its.ac.id/wp-content/makalah.pdf. 24 Mei 2009]
Zahra,2006,Analisis Pencemaran Udara di DKI Jakarta dengan Pemodelan Kualitas Udara,Puslitbang Ekologi dan Status Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan,
http://www.litbang.depkes.go.id/risbinkes/Buku%20Laporan%20Penelitian%202006/analisis_pencemaran_udara_di_dki.htm,24 Mei 2009



4 komentar:

  1. mantap tulisan"ny..thx yah..sgt mmbantu

    BalasHapus
  2. sangat bagus dan lengkap. sekedar saran, lebih bagus lagi kalo disetiap statement hasil kutipan, ditulis aja sumbernya diakhir kalimat. :)

    BalasHapus
  3. hehe..sengaja ga di cantumkan kutipannya, hanya diberikan draft daftar pustaka...
    nnti ada yang copas...

    BalasHapus
  4. Bermanfaat sekali. Saya jadikan referensi untuk bahan makalah yaa ^^ Terima kasih.

    BalasHapus

Comment yach...